Jumat, 28 April 2017

ARSITEKTUR MASJID JAMIK (LAMA) JEMBER (PENGARUH TIGA KEBUDAYAAN)


Oleh
Y. SETIYO HADI
Penggagas dan Pengelola Rumah Sejarah
Hp./wa 081232299854

Arsitektur dari pembangunan Masjid Jamik Kota Jember pada tahun 1936 adalah Soegarda. Soegardo ini mengelola Het Bouwkundig Bureau Soegardo, sebuah jasa arsitektur yang ada di Jember pada masanya.

Seperti yang diberitakan dalam Koran berbahasa Belanda Soerabaiasch Handelsblad, Dinsdag-28 April 1936, yang bertajukkan “Djember Nieuwe Moskee”, bangunan Masjid Jamik ini merupakan gabungan dua gaya arsitektur De Stijl yang dianggap sebagai model baru di masanya. Bagian depan (sisi aloon-aloon) sampai Kantor disebut dengan MOZES-STIJL (Gaya Musa), bagian samping (sisi utara, ruang utama) dalam DUDOK-STIJL (Gaya Dudok). Dalam perencanaan pembangunan, menara masjid direncanakan berjumlah 4, atau 5.

Arsitektur Masjid Jamik Jember ini, dalam berita Soerabaiasch Handelsblad, Dinsdag-28 April 1936, yang bertajukkan “Djember Nieuwe Moskee”, diduga yang pertama di Jawa. Sehingga, Masjid ini merupakan permata yang di kala semakin tua usia akan bernilai besar bagi perkembangan sejarah dan kebudayaan Nasional, khususnya perkembangan sejarah Jember. Pojok timur utara dari wilayah masjid, dimana kubah yang besar tempat diletakkannya bedoek”.

Arsitektur dari Masjid Jamik Kota Jember yang dibangun kembali pada tahun 1936 ini merupakan bentuk percampuran tiga kebudayaan dunia, yaitu: kebudayaan Islam, kebudayaan Eropa, dan kebudayaan Jawa.

Kebudayaan Islam berkaitan dengan penggunaan bangunan tersebut sebagai tempat ibadah umat Islam yang dikenal sebagai Masjid. Ciri lain dari pengaruh kebudayaan adanya kubah seperti layaknya masjid di timur tengah.

Kebudayaan Eropa dipengaruhi gaya arsitektur De Stijl yang berkembang pesat di Eropa khususnya Belanda pada pertengahan abad ke-20 Masehi. Gaya De Stijl sendiri dipromosikan awal dengan munculnya sebuah majalah yang berjudul De Stijl Magazine pada tahun 1917 yang menyakini dalam penerapan seni (termasuk arsitektur) gambaran geometris dengan penggunaan warna dan bentuk yang murni.

Dudok Stijl mengacu pada ide dasar bentuk arsitektur seorang arsitek yang bernama Willem Dudok yang terkenal di tahun 1930-an di Belanda. Willem Dudok mempunyai gaya arsitektur dengan menggabung ide-ide Amsterdam dan pengaruh De Stijl dengan penekanan pada penggunaan bangunan di bagian depan dalam bentuk kubis dan pintu jendela yang terbuka.

Atap Masjid Jamik ini berbentuk limas bertingkat dua merupakan produk dari Kebudayaan Jawa. Bentuk limas dari atap Masjid Jamik ini mengacu pada rumah tradisional Jawa dengan puncaknya adalah mustoko seperti mahkota raja / sultan.


Jember, 28 April 2017

Rabu, 26 April 2017

BONDOWOSO PEMUKIMAN PURBA


Oleh:
Y. Setiyo Hadi / Mas Yopi
Penggagas dan Pengelola Rumah Sejarah

Berbagai temuan artefak dan situs dari era purba ditemukan di wilayah Kabupaten Bondowoso. Wilayah Kabupaten Bondowoso dikenal sebagai pemukiman purba. Di Bondowoso ditemukan banyak peninggalan berupa artefak maupun situs mulai dari era prasejarah yang membuktikan bahwa Bondowoso merupakan Pemukiman Purba.

Eksplorasi atau penelitian tentang prasejarah yang ditemukan di Bondowoso telah dilakukan sejak zaman colonial Hindia Belanda. Berbagai penelitian arkeologis mengenai prasejarah di wilayah Jember dan Bondowoso (yang antara tahun 1817 sampai 1883 dalam satu kesatuan wilayah Afdeeling / Kabupaten Bondowoso) pada masa colonial Hindia Belanda telah dilakukan dengan berbagai ekskavasi yang dilakukan para peneliti sejarah dan arkeologi seperti: Knebel, Verbeek, H.E. Steinmetz, H.R. Van Heekeren, F.D.K Bosch, W.J.A. Willems, Kohlbrugge, dan H. Zollinger.

Wilayah Bondowoso mendapat perhatian lebih besar oleh para peneliti sejarah dan arkeologi di atas. Steinmetz pada 1898 memberi laporan tentang berbagai warisan megalitik di wilayah Juwaran, Sentong, Wanakusuma, Curahdami, Pejaten, Nangkaan, Tegalampel, Sukasari, Pakisan, Tanggulangin, Kemuningan, Pakauman, Kretek, dan Tlogosari. Steinmetz berhasil mendata temuan megalitik yang dikelompokkan dalam : pandhusa, sarcophagus, beberapa patung megalitik, dan batu kenong.

Sedangkan W.J.A. Willem pada tahun 1938 menyusun peta sebaran megalitik di wilayah Pakauman.  Willem menemukan di Pakauman bahwa that hybrid dolmen (dolmen campuran) digunakan sebagai makam atau kuburan, Willem juga mendokumentasikan sekitar Sembilan puluh empat (94) obyek megalitik meliputi pandhusa, beberapa patung, dan sekumpulan batu kenong yang tersebar antara area Pakauman, Maesan dan Tamanan.

Penelitian Bagyo Prasetyo dari Bagian Prasejarah di Pusat Penelitian Arkeologi Nasional Jakarta (2000) melaporkan penyebaran temuan megalit di Bondowoso berada dalam 10 (sepuluh) kelompok wilayah.

Kelompok 1 yaitu situs Banyuputih, Wringin, Glingseran, Jatisari dengan temuan megalit berupa sarkopagus, dolmen-dolmen, beberapa monolith, menhir, serta batu kenong. Kelompok 2 yaitu situs Tanggulangi, Kretek, Gentong Tegalampel, Kemuningan dengan temuan megalit berupa Sarkopagus. Kelompok 3 yaitu situs Karanganyar Tegalampel, Nangkaan, Pejaten, Sukowiryo, Bondowoso, Kademangan Kulon, serta Curah Poh dengan temuan berupa Sarcopagus dan beberapa dolmen. Kelompok 4 yaitu situs Sumberanyar, Kalianyar, Pakauman, Taman, Wanisodo, Wonosari, Grujugan, Sumberpandan dengan temuan megalit berupa Sarkofagus, beberapa dolmen, beberapa batu kenong, beberapa patung. Kelompok 5 yaitu situs Dawuan, Suger, Kodedek, Penanggungan, Tanah Wulan dengan temuan berupa Sarkofagus, beberapa dolmen, beberapa batu kenong, beberapa mortar (lesung), beberapa monolit,  serta beberapa ruang batu (stone chambers).

Kelompok 6 yaitu situs Pakisan, Gentong Tlogosari, Tlogosari, Sulek dengan temuan megalit berupa sarkofagus, beberapa dolmen, beberpa batu kenong, beberapa lesung (mortar), serta beberapa monolit. Kelompok 7 yaitu situs Jebung Lor, Jebung Kidul, Maskuning Kulon, Kesemek, Patemon, serta Lombok Kulon dengan temuan megalit berupa sarkofagus, beberapa dolmen, beberapa batu kenong, lesung (mortars), beberapa monolith, serta sekelompok menhir. Kelompok 8 yaitu situs Sumbergading, Sukorejo, Nogosari dengan temuan berupa Sarkofagus dan beberapa ruang batu (stone chambers). Kelompok 9 yaitu Karangsengon, Karanganyar Klabang, Besuk, Taal dengan temuan megalit berupa beberapa kamar batu, beberapa patung, serta beberapa menhir. Kelompok 10 yaitu situs Prajekan Lor, Tarum, Suling Kulon dengan temuan berupa Sarcopagus, beberapa dolmen, serta beberapa menhir.

Temuan-temuan artefak dan situs megalitik yang tersebar di berbagai wilayah Bondowoso menunjukkan bahawa Bondowoso adalah pemukiman purba. Dengan temuan-temuan megalitik tersebut dan penyebaran yang luas di Kabupaten Bondowoso memperlihat bahwa wilayah Bondowoso telah dihuni manusia sejak zaman megilitikum.

Jember, 25 April 2017


Daftar Pustaka / Sumber Yang Terangkum di Rumah Sejarah :
Pendowo, Budi Santoso, Geology: Sheet Of Besuki East Java, Bandung: Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi, Departemen Pertambangan dan Energi Direktorat Jenderal Geologi dan Sumberdaya Mineral, 1991.
Prasetyo, Bagyo “The Distribution Of Megaliths In Bondowoso (East Java, Indonesia)” dalam INDO-PACIFIC PREHISTORY ASSOCIATION BULLETIN 19, 2000 (MELAKA PAPERS, VOLUME 3), hal. 77 – 80.
----------, “Survey Keruangan Situs Megalitik Bondowoso (Tahap I) Kabupaten Bondowoso, Propinsi Jawa Timur Tahun 1995”, Laporan Penelitian Arkeologi tidak dipublikasikan, Jakarta: Pusat Penelitian Arkeologi Nasional, 1995.
----------, “Survey Keruangan Situs Megalitik Bondowoso (Tahap II) Kabupaten Bondowoso, Propinsi Jawa Timur Tahun 1996”, Laporan Penelitian Arkeologi tidak dipublikasikan, Jakarta: Pusat Penelitian Arkeologi Nasional, 1996.
Soejono, R.P., “On The Megalithic In Indonesia”, dalam Byungmo Kim (ed.), Megalithic Culture In Asia, pp. 73 – 98, Seoul: Hanyang University Pers, 1898.
Steinmetz, HE., “Oudheidkundige Beschrivjing van de Afdeling Bandawasa (Residentie Besoeki)” dalam Tijdschrift Van Het Bataviaasch Genootschap Van Kunsten en Wetenschappen 40, 1898.
Van Heekeren, H. R., “Megalithische Overblijfselen in Besoeki, Java”, Java 11 : 1 – 18, 1931.

Willem, W.J.A., “Het Onderzoek Der Megalithen Te Pakaoeman Bij Bondowoso” Rapporten Oudheidkundige Diens 3 : 5 – 41.

Minggu, 23 April 2017

BENCET PENUNJUK WAKTU ABADI






Oleh
Y. Setiyo Hadi
Penggagas dan Pengelolah Rumah Sejarah
Museum Boemi Poeger


Bencet merupakan sebutan dalam bahasa Jawa untuk menunjuk alat penentu waktu yang umumnya ditemukan pada. masjid-masjid lama di Pulau Jawa, serta Nusantara. Prinsip dari bencet merupakan alat penentu waktu dengan menggunakan sistem matahari (syamsiah).

Bencet, umumnya, diletakkan pada ruang terbuka sehingga dengan mudah mendapatkan sinar matahari. Bencet memiliki sebuah gnomon atau tongkat yang ditancapkan tegak lurus pada bidang datar atau tempat terbuka sehingga sinar matahari tidak terhalang. Ini merupakan dasar dari jam matahari, yaitu gnomon / tongkat dijadikan alat sebagai penunjuk jam.

Dasar utama dari jam sistem matahari bermula tatkala manusia purba dulu kala melakukan pengamatan terhadap bayangan yang dihasilkan oleh pohon akibat sorotan sinar matahari. Terlihat bahwa bayangan akan memendek ketika pagi hari kemudian memanjang setelah melewati tengah hari.

Pengamatan manusia terhadap perubahan panjang bayangan yang dihasilkan sebuah pohon (kemudian diganti dengan tongkat) mulai pagi kemudian siang sampai sore ini menjadi dasar dari jam sistem matahari. Bayangan yang dihasilkan pohon / tongkat saat matahari terbit adalah dua kali dari tinggi pohon / tongkat dan memendek sampai siang hari. Lewat tengah hari, kembali bayangan pohon / tongkat memanjang sampai dua kali panjang pohon / tongkat sampai tenggelamnya matahari.

Penggunaan jam matahari ini telah digunakan di Mesir Kuno pada abad 15 Sebelum Masehi. Jam matahari ditemukan menggunakan gnomon berbentuk tugu pada naskah Mesir sekitar tahun 1450 Sebelum Masehi yang digunakan sebagai penunjuk waktu dan penentu kalender.


Pustaka:
Charles M. Huffer dkk, An Introduction To Astronomy, New York: Holt, Rinehart and Winston. Inc., 1973.
Rene R.J. Rohr, Sundial History, Theory and Practice, New York: Dover Publications. Inc., 1996.
Tri Hasan Bashori, “Akurasi Bencet Masjid Tegalsari Laweyan Surakarta Sebagai Petunjuk Waktu Hakiki” Skripsi Diajukan Untuk Memenuhi Tugas dan Melengkapi Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Program Strata 1 (S.1) Dalam Ilmu Syariah, Program Studi Ilmu Falak Fakultas Syariah Institut Agama Islam Negeri Walisongo Semarang 2014.

Jumat, 21 April 2017

TENTANG MUSEUM BOEMI POEGER





Oleh
Y. Setiyo Hadi
Penggagas dan Pengelola Rumah Sejarah
Pengelola Museum Boemi Poeger


Museum Boemi Poeger dilaunching pertama kali pada tanggal 23 Desember 2013. Semula namanya adalah Museum Salam Boemi Poeger, selanjutnya disebut sebagai Museum Boemi Poeger, merupakan institusi nirlaba yang berupayan mengumpulkan, memelihara serta memamerkan berbagai warisan sejarah dan budaya yang ada di Boemi Poeger (kewilayahan historis dari Kabupaten Bondowoso dan Kabupaten Jember).


Boemi Poeger merupakan terjamahan dari Landsschap Poegar. Landschap Poegar atau Boemi Poeger merupakan wilayah historis / kesejarahan dari Kabupaten Jember dan Kabupaten Bondowoso yang dibuktikan dengan adanya peta kuno dari Valentijn yang menjadi satu kesatuan dari buku perjalanannya yang diterbitkan pada abad ke-18 Masehi.


Pengambilan Sumber Dari Peta Tersebut Dari : FRANÇOIS VALENTIJN (1666-1727) Oud En Nieuw Oost-Indiën, Vervattende Een Naaukeurige En Uitvoerige Verhandelinge Van Nederlands Mogentheyd In Die Gewesten, Benevens Een Wydlustige Beschryvinge Der Moluccos, Amboina, Banda, Timor, En Solor, Java, En Alle De Eylanden Onder Dezelve Landbestieringen Behoorende...Als Ook...Van Coromandel, Pegu, Arracan, Bengale, Mocha, Persien, Malacca, Sumatra, Ceylon, Malabar, Celebes Of Macasssar, China, Japan, Tayouan Of Formosa, Tonkin, Cambodia, Siam, Borneo, Bali, Kaap Der Goede Hoop En Van Mauritius. Dordrecht And Amsterdam: Johannes Van Braam, Gerhard Onder De Linden, 1724-1726. Peta Tersebut Dengan Jelas Memperlihatkan Bahwa Wilayah Kabupaten Jember Dan Bondowoso, Juga Lumajang, Adalah LANDSCHAP POEGAR. Peta Ini Kemudian Direproduksi Sebagai Koleksi Dari Museum Boemi Poeger.


Museum Boemi Poeger ditujukan sebagai upaya pelayanan bagi masyarakat umum berkaitan dengan pentingnya pengembangan kesadaran sejarah dan budaya dalam masyarakat. Museum merupakan suatu badan tetap, tidak tergantung kepada siapa pemiliknya melainkan harus ada . Museum, selain mempunyai fungsi sebagai tempat kesenangan, juga untuk kepentingan kajian / pendidikan dan penelitian. Museum merupakan lembaga yang terbuka untuk umum dan ditujukan untuk kepentingan dan kemajuan masyarakat.


Internasional Council Of Museum (ICOM), sebagai Dewan Internasional Museum, mendefinisikan museum sebagai sebuah lembagai yang bersifat tetap, tidak mencari keuntungan, melayani masyarakat dan perkembangannya, terbuka untuk umum, memperoleh, merawat, menghubungkan, dan memamerkan artefak-artefak perihal jati diri manusia dan lingkungannya untuk tujuan-tujuan studi, pendidikan dan rekreasi.


Peran dan fungsi fungsi museum sangatlah penting bagi upaya pengembangan ilmu pengetahuan dan kebudayaan pada umumnya. Museum selain tempat rekreasi, juga sebagai sarana obyek penelitian ilmiah dan kebudayaan.


MUSEUM BOEMI POEGER sebagai sarana dan fasilitas pelestarian dan pengembangan cagar budaya di wilayah Kabupaten Jember dan Kebupaten Bondowoso (yang dulunya adalah Landschap Poeger / Boemi Poeger), juga tingkat propinsi maupun tingkat nasional.


Jember, 20 April 2017

Rabu, 19 April 2017

KRONOLOGI




Oleh Y. Setiyo Hadi
Penggagas dan Pengelola Rumah Sejarah


Kronologi, bermula dari dua kata dari bahasa Yunani, chronos dan logos. Chronos berarti waktu, sedangkan logos adalah ilmu. Kronologi adalah ilmu tentang waktu. Pemakaian istilah kronologi seringkali digunakan pada dunia hokum dan sejarah.


Urutan waktu (kronologi) sering kali dipakai oleh pihak kepolisian untuk melihat berbagai peristiwa kriminal atau hukum berdasar urutan kejadian peristiwa dari awal kejadian sampai dampak yang terjadi. Urutan waktu ini sangat bermanfaat bagi mengungkap motif dan penyebab terjadinya suatu peristiwa criminal atau hukum.


Sejarah sebagai kajian tentang peristiwa masa lalu melihat urutan waktu kejadian atau kronologi sebagai factor penting dalam menjelaskan dan menarasikan peristiwa bersejarah. Di dalam urutan waktu terjadinya suatu peristiwa akan terlihat tahapan-tahapan terjadi suatu peristiwa, sehingga mempermudah untuk menginterpretasi dan menganalisa peristiwa tersebut dalam kontek apa terjadinya.


Pembahasan tentang kronologi dalam peranannya sebagai alat analisa dalam kajian sejarah diungkapkan oleh D.H. Hegewisch dalam bukunya yang berjudul Introduction To Historical Chronology (Burlington: Chauncey Godrich, 1837). Kronologi, dalam pandangan Hegewisch, adalah ilmu (the science) yang menentukan berbagai hubungan dari berbagai bagian yang berbeda dari waktu (time), yang melihat magnitude (besarnya) atau duration (lamanya) dari waktu, dan melihat dari succession (perubahan atau pergantian) atau order (urutannya).


Kronologi, lebih lanjut, untuk bagaiman mengukur (measure) dan membedakan (distinguish) bagian-bagian atau potongan-potongan dari waktu. Makna yang diperoleh dari membeda-bedakan ini akan mendapatkan penjelasan tentang bagian tersebut secara terinci.


Pembahasan kronologi membagi waktu dalam berbagai bagian. Seperti: tahun, bulan, hari dan sebagainya. Dalam kajian kronologi sebagai ilmu, kronologi terkait bagian-bagian dari waktu membagi waktu dalam dua bagian pokok, yaitu:
  1. Bagian waktu masa lalu, di dalam memuat berbagai peristiwa yang telah terjadi; 
  2. Bagian waktu sekarang atau masa depan, yang sedang terjadi atau yang terus atau akan terjadi.


Pentingnya pembahasan kronologi menolong sekali pengkajian sebagai ilmu dalam dua hal. Pertama, memperjelas berbagai hal yang prinsip dari urutan ilmu pengetahuan sejarah. Kedua, menjelaskan urutan waktu dari kejadian suatu dalam kehidupan sosial sehingga terlihat faktor penyebab, proses, dan akibat dari peristiwa yang dikaji..


Jember, 19 April 2017